Breaking News

Selasa, 14 Februari 2023

Tugas Koneksi Antar Materi Modul 3.1

KONEKSI ANTAR MATERI

MODUL 3.1, PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERDASARKAN NILAI-NILAI KEBAJIKAN SEBAGAI PEMIMPIN

 

 

Assalamualaikum Wr.Wb

Mengikuti kegiatan Pendidikan Guru Penggerak dari mulai Modul 1.1. tentang Filosofi Pendidikan KHD hingga modul 3.1. tentang Pengambilan Keputusan berdasarkan Nilai-nilai Kebajikan, sebagai CGP Angkatan 6 Kota Bima NTB, saya Wieduri Yulianti, telah mendapat banyak sekali pemahaman baru tentang bagaimana seharusnya seorang guru bertindak menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang pendidik dalam dunia Pendidikan Indonesia untuk menghasilkan Pelajar Pancasila. Banyak hal-hal positif yang saya dapatkan dalam program PGP ini, yang akan menjadi bekal bagi saya dalam berbagi kepada rekan sejawat di lingkungan sekolah, dalam komunitas, maupun rekan guru di seluruh Indonesia untuk berkembang bersama.

 

Sebelum saya menguraikan pemahaman saya tentang Pengambilan Keputusan Berdasarkan Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin, mari kita renungkan bersama kalimat bijak dari Bob Talbert berikut ini :

Teaching kids to count is fine, but teaching them what counts is best

Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik

 

Dari kalimat tersebut, kita dapat memahami dengan jelas bahwa Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses yang sistematis dan terencana, Pendidikan bukan hanya mengajarkan peserta didik tentang suatu teori, namun juga bagaimana semua teori tersebut dapat diimplementasikan menjadi bagian dari perilaku dan karakter mereka sebagai manusia seutuhnya untuk dapat mencapai kebahagiaan dan keselamatan hidup yang setinggi-tingginya.

Sebagai seorang pendidik, berarti kita harus siap dan mampu menjadi role mode bagi peserta didik dan linkungan sekitar kita baik dalam perkataan maupun tindakan, yang tercermin di dalam kehidupan keseharian kita. Kontribusi terbesar seorang pendidik bagi peserta didiknya adalah dengan mengambil keputusan yang berpihak pada peserta didik dengan berdasarkan pada nilai-nilai kebajikan dan dan dapat di perbertanggungjawabkan. Kemampuan seorang guru dalam merancang suatu proses pembelajaran yang sesuai kebutuhan setiap peserta didiknya menjadi kunci dalam mewujudkan peserta didik yang berilmu, berbudaya, dan memiliki budi pekerti luhur.

Hal ini sejalan dengan pemikiran Georg Wilhelm Friedrich Hegel, yaitu :

Education is the art of making man ethical

Pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis.

 

Setelah memahmi kedua kalimat bijak tersebut, berikut adalah pemahaman saya mengenai materi pembelajaran pada modul 3.1. Pengambilan Keputusan Berdasarkan Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin :

Kaitan antara Filosofi Ki Hadjar Dewantara dengan Patrap Triloka dengan Penerapan Pengambilan Keputusan sebagai Seorang Pemimpin

Dalam patrap triloka, Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani, dijabarkan bagaimana seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran harus mampu memberi teladan, memberikan bimbingan, semangat, dan motivasi, serta dorongan untuk kemajuan peserta didiknya. Dalam hal ini menunjukkan bahwa guru sebagai pemimpin pembelajaran senantiasa mengedepankan keberpihakan kepada peserta didik dalam mengambil suatu keputusan, mempertimbangkan nilai-nilai kebajikan, dan dapat mempertanggungjawabkan setiap keputusan yang diambil. Hal ini pun harus senantiasa tercermin dalam perilaku keseharian guru, karena guru merupakan role mode bagi peserta didik.

Pengaruh Nilai-nilai yang tertanam dalam diri terhadap prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan

Sebagai seorang pendidik kita memiliki nilai-nilai kebijakan yang tertanam dalam diri kita sebagai bentuk integritas diri kita sebagai mahluk sosial yang berbudaya. Nilai-nilai tersebut secara langsung maupun tidak langsung akan mewarnai setiap keputusan yang kita ambil karena nilai-nilai tersebut merupakan acuan dasar dalam proses berpikir yang kita lakukan, Dengan nilai-nilai tersebut kita dapat memilah prinsip apa yang akan kita pergunakan ketika mengambil keputusan dengan mempertimbangkan keberpihakan terbesar pada peserta didik serta etika moral yang akan kita pertagungjawabkan.

Keterkaitan materi pengambilan keputusan dengan kegiatan coaching oleh pendamping dan fasilitator dalam pengujian pengambilan keputusan

Keterampilan coaching merupakan keterampilan untuk menggali potensi seseorang sehingga orang tersebut dapat memecahkan masalahan yang dihadapinya. seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran harus memiliki keterampilan coaching, karena ompetensi inti coaching seperti kehadiran penuh, mendengarkan aktif, dapat membantu seorang pemimpin pembelajaran untuk memahami secara mendalam kasus yang menjadi dilema sehingga dalam mengambil keputusan, ia melakukan analaisa yang tepat untuk menghasilkan suatu keputusan yang bertanggung jawab.

Kegiatan coaching yang dilakukan baik oleh pendamping maupun fasilitator selama proses pembelajaran, sukup efektif dalam melatih saya melakukan evaluasi terhadap pilihan yang saya buat dan membantu membentuk pemahaman tentang pengujian yang dilakukan sebelum melakukan pengambilam keputusan. Praktek coaching memberikan gambaran secara utuh bagaimana nilai-nilai kebajikan menjadi lantasan berpikir ketika mengambil suatu keputusan yang berpihak pada peserta didik sehingga tercipta budaya positif di lingkungan sekolah. Dengan coaching, guru sebagai pemimpin pembelajaran dapat membantu coachee (peserta didik maupun rekan guru lainnya) menemukan potensi yang terpendam dalam dirinya, memaksimalkan potensi mereka dalam mengambil keputusan yang tepat secara moral dan etika.

Pengaruh kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial-emosional nya terhadap pengambilan keputusan dalam masalah dilemma etika

Kemampuan seorang guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial-emosional nya berpengaruh kuat terhadap bagaimana guru tersebut berpikir untuk mengambil keputusan ketika dihadapkan pada dilemma etika. Keterampilan seorang guru dalam mengelola aspek sosial emosional nya menjadikan guru sebagai pendidik yang dapat mengambil sebuah keputusan secara sadar (mindfulness), dengan demikian keputusan tersebut merupakan keputusan yang dapat dipertanggungkawabkan.

Rasa empati yang berlebihan ataupun fanatisme terhadap aturan, akan mengaburkan penilaian seorang guru dalam mempertimbangkan kebenaran dari  masing-masing nilai kebijakan yang ada serta mengukur nilai keberpihakannya terhadap peserta didik. Keseimbangan antara kesadaran diri, kesadaran sosial, dan manajemen diri seorang guru akan mampu membantu guru dalam menetapakan prinsip dan paradigma yang sesuai untuk setiap kasus dilemma etika yang dihadapi.

Nilai-nilai yang dianut seorang pendidik dalam pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral dan etika

Seorang pemimpin pembelajaran harus mampu menilai setiap kasus atau permasalahan yang dihadapi, apakah masalah tersebut merupakan suatu dilema etika, atau suatu bujukan moral. Ketika seorang pendidikan melakukan pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral dan etika, maka nilai-nilai yang ada pada dirinya akan semakin menguat dan terasah, sehingga ketika dihadapkan pada dilema etika, ia memiliki ketajaman analisa dalam penetapan paradigma dilema etika dan keakuratan dalam penggunaan prisip resolusi untuk penyelesaian dilema, yang berdasarkan pada 3 unsur, yaitu : berpihak pada peserta didik, berdasarkan nilai-nilai kebajikan universal, dan bertanggung jawab terhadap segala konsekuensi yang timbul, sehingga keputusan yang diambil merupakan keputusan relevan.  

Pengambilan keputusan yang tepat untuk terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan nyaman

Setiap keputusan yang diambil oleh seorang pemimpin pembelajaran tentu akan berdampak baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap lingkungan. Keputusan yang tepat akan menciptakan lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan nyaman.

Agar terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan nyaman, maka sebelum suatu keputusan diambil, hendaknya mengenali dan mamahami karakteristik dari permasalahan yang dihadapi, lalu memngukur seberapa besar nilai-nilai kebajikan yang menjadi dilema tersebut berpihak pada peserta didik, kemudian gunakan prinsip etika moral dan sosial untuk melihat konsekuensi yang harus dipertanggungjawabkan ketika keputusan tersebut diambil. Dengan memeprhatikan hal-hal tersebut, maka kita dapat mengambil keputusan yang tepat.

Tantangan-tantangan di lingkungan dalam menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika, dan kaitannya dengan perubahan paradogma di lingkungan

Tantangan terbesar adalah bagaimana memberikan kepuasan pada semua pihak yang terlibat terhadap keputusan yang diambil, karena setiap keputusan memiliki nilai pro dan kontra pada lingkungan. Tantangan akan semakin kompleks seiring dengan perubahan paradigma yang berkembang di lingkungan masyarakat. Keputusan yang awalnya merupakan solusi terbaik akan dipertanyakan, dan sebaliknya keputusan yang kontradiksi akan menjadi keputusan terbaik, ketika paradigma berpikir masyarakat mengalami perubahan. Namun demikian selama lingkungan mengalami perkembangan, perubahan akan selalu terjadi, dan setiap keputusan yang sudah di tetapkan sebelumnya, harus senantiasa direfleksi, disesuaikan kembali dengan prinsip-prinsip yang yang berkembang di lingkungan masyarakat.

Pengaruh pengambilan keputusan dengan pengajaran yang memerdekakan peserta didik dan memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi peserta didik yang berbeda-beda

Pengambilan keputusan dengan pengajaran yang memerdekakan peserta didik tergambar dalam konsep merdeka belajar, dimana peserta didik memiliki kebebsan untuk mencapai kesuksesan dan kebahagian sesuai minat dan potensi nya masing-masing tanpa adanya paksaan maupun tekanan. Ketika seorang guru mengambil suatu keputusan dengan mengedepankan keberpihakan pada peserta didik, maka guru telah memerdekanan peserta didiknya dalam belajar. guru berperan sebagai fasilitator untuk membimbing peserta didik mengembangkan bakad dan minat yang dimilikinya dengan penuh tanggung jawab.

Guru memetakan kebutuhan seluruh peserta didiknya untuk dapat merancang proses pembelajaran yang mengakomodir semua kebutuhan peserta didik. Pembelajaran berdiferensiasi menjadi salah satu cara yang ditempuh guru untuk memerdekakan peserta didiknya dan mengimplementasikan pembelajaran sosial-emosional dalam proses pembelajaran merupakan bentuk pendidikan dalam mengembangkan nilai-nilai moral.

Pengambilan keputusan seorang pemimpin pembelajaran yang mempengaruhi kehidupan atau masa depan peserta didik-peserta didiknya

Setiap keputusan yang diambil seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak kepada peserta didik baik itu dampak dalam jangka pendek maupun dalam jangka Panjang. Setiap tingkah laku, perbuatan, perkataan, yang dilakukan seorang guru dalam perannya sebagai role mode akan menjadi acuan bagi peserta didik ketika mereka terjun dalam lingkungan masyarakat saat ini dan di masa mendatang.

Dengan demikian maka hendaknya seorang pemimpin pembelajaran menerapkan sebilan Langkah pengambilan dan pengujian keputusan sebelum menetapkan keputusan yang tepat, benar, dan bijak.

Kesimpulan akhir keterkaitan pembelajaran materi modul 3.1 dengan materi pada modul-modul sebelumnya

Pengambilan keputusan merupakan suatu skill (keterampilan) seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran yang dalam pengimplementasiannya tidak lepas dari filosofi Ki Hadjar Dewantara.

Keputusan yang diambil guru secara sadar akan mewarnai pola pikir dan karakter peserta didik, karena setiap keputusan guru dalam proses pembelajaran dikelas didasarkan pada keyakinan kelas melalui kesepakatan kelas dalam membangun budaya positif di kelas dan di lingkungan sekolah.

Pengambilan keputusan melalui pengujian dan penggunaan alur BAGJA akan mengantarkan pada terbentuknya lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan nyaman (wellbeing). Dalam pengambilan keputusan seorang pemimpin pembelajaran harus memiliki kesadaran penuh (mindfulness) dan mampu mengelola kompetensi sosial-emosionalnya agar dapat membuat keputusan yang tepat bagi pihak-pihak yang terlibat dalam permasalahan.

Pemahaman tentang konsep-konsep yang telah dipelajari dalam modul ini, yaitu : dilemma etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan

Dalam peran kita sebagai pendidik, ketika menjalankan tupoksi, seringkali menghadapi suatu situasi dimana terdapat permasalahan yang harus kita selesaikan. permasalahan tersebut dapat berupa suatu bujukan moral, dimana kita dihadapkan pada suatu pilihan benar atau salah, dan berupa dilema etika, dimana kita dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama benar namun memeiliki nilai-nilai kebajikan yang bertentengan.

Dalam menghadapi dilemma etika terdapat 4 (empat) paradigma yang dapat  menjadi landasan berpikir dalam pengambilan  keputusan, yaitu :

a.      Individual vs community, paradigma ini menunjukkan adanya pilihan antara mengedepankan kepentingan individu atau kepentingan kelompok, kepentingan pribadi atau orang lain

b.     justice vs mercy, paradigma ini memperlihatkan ketika kita dihadapkan pada pilihan berlaku adil dengan memberikan perlakuan yang sama kepada semua orang atau memberikan pengecualian dengan alas an kemurahan hati dan kasih saying (belas kasih)

c.      truth vs loyalty, paradigma ini menunjukan adanya pilihan untuk mengatakan atau menyampaikan informasi sesuai fakta yang ada, atau menjunjung kesetiaan dan loyalitas pada profesi, kelompok tertentu, atau komitmen yang telah dibuat sebelumnya

d.     short term vs long term, paradigma ini terjadi ketika harus memilih keputusan yang kelihatannya terbaik untuk saat ini atau yang terbaik untuk masa yang akan dating

Paradigma mana yang menjadi landasan kita untuk mengabil suatu keputusan sangat tergantung pada prinsip berpikir yang kita gunakan untuk mengambil keputusan.

Terdapat 3 (tiga) prinsip resolusi yang dapat kita gunakan sebagai dasar pemikiran dalam mengambil suatu keputusan, yaitu :

a.      End based thinking, jika kita berpikir berbasis hasil akhir maka pilihan kita didasari pada keinginan untuk memberikan kebaikan terbesar untuk orang terbanyak, mengutamakan kepentingan institusi/lembaga

b.     Rule based thinking, berpikir berbasis aturan mengedepankan prinsip pada tugas dan kewajiban yang harus dijalankan, menjalankan sesuai peraturan yang berlaku atu yang telah ditetapkan sebelumnya

c.      Care based thinking, pengambilan keputusan berdasarkan berpikir berbasis rasa peduli berprinsip pada pendidikan etika, menumbuhkan rasa empati

Apapaun keputusan yang diambil berdasarkan paradigma dan prinsip pengambilan keputusan ini adalah benar adanya, namun hendaknya dalam mengambil keputusan tetap mempertimbangkan 3 (tiga) unsur mendasar dalam pengambilan keputusan, yaitu : (1) keberpihakan pada peserta didik, (2) berdasarkan pada nilai-nilai kebajikan universal, dan (3) bertanggung-jawab terhadap segala konsekuensi yang menyertai keputusan yang diambil.

Untuk memastikan keputusan yang diambil merupakan keputusan yang tepat, seorang pemimpin pembelajaran hendaknya melakukan pengujian terhadap keputusan yang diambil.

Terdapat 9 (Langkah) sistematis yang dapat digunakan untuk melakukan pengambilan dan pengujian suatu keputusan, yaitu :

a.      mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan pada kasus atau permasalahan yang terjadi

b.     menentukan siapa saja pihak yang terlibat dalam situasi permasalahan ini

c.      mengumpulkan fakta-fakta relevan dalam situasi permasalahan ini

d.     melakukan pengujian benar-salah, yang meliputi uji legal, uji regulasi, uji instuisi, uji publikasi, dan uji panutan/idola)

e.      pengujian paradigma benar lawan benar

f.       melakukan prinsip resolusi

g.     investigasi opsi trilema

h.     membuat keputusan

i.       melakukan refleksi atas keputusan yang dibuat

Ketika melakukan refleksi terhadap keputusan yang diambil, pemikiran dan paradigma yang mendasari keputusan tersebut dapat berubah, terutama ketika kita memikirkan kembali dan mengukur konsekuensi-konsekuensi yang mungkin timbul terutama jika kita kembalikan lagi pada 3 (tiga) unsur pengambilan keputusan, berpihak pada peserta didik, berdasarkan nilai-nilai kebajikan universal, dan bertanggung jawab atas segala konsekuensinya.

Penerapan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilemma, dan perbedaannya dengan hal yang dipelajari dalam modul 3.1

Sebelum mempelajari modul ini, saya pernah mengalami situasi dilema, dan keputusan yang saya ambil saat itu berdasarkan pada aturan yang telah ditetapkan bersama (rule based thinking) dengan mempertimbangkan kebaikan jangka panjang bagi peserta didik (short term vs long term). Meskipun dalam pengambilan keputusan tersebut saya telah menggunakan paradigma dan prinsip pengambilan keputusan, namun tahapan pengambilan dan pengujian keputusan belum dilaksanakan secara sistematis. Jika saat itu saya telah mempelajari modul 3.1 ini, maka mungkin akan munsul opsi trilema, pilihan ketiga yang menjadi jalan tengah untuk kasus dilema etika tersebut.

Dampak mempelajari konsep pengambilan keputusan berdasarkan nilai-nilai kebajikan bagi diri saya, dan perubahan cara pengambilan keputusan

Dampak yang saya rasakan adalah perubahan pada paradigma berpikir saya ketika menghadapi kasus ataupun permasalahan yang terjadi di kelas maupun di lingkungan sekolah. Pemahaman saya akan suatu keputusan yang tepat tidak lagi semata-mata pada kesesuaiannya dengan aturan dan regulasi yang berlaku. Keputusan yang tepat bagi seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran adalah keputusan yang berpihak pada murid, berdasarkan pada nilai-nilai kebajikan universal, dan bertanggungjawab terhadap segala konsekuensi yang menyertai keputusan tersebut.

Perubahan dalam pengambilan keputusan yang saya lakukan adalah aturan tidak lagi menjadi unsur utama, walaupun tetap menjadi bagian dari pertimbangan, tapi seberapa besar keputusan tersebut berpihak kepada murid lah yang utama dalam pengambilan keputusan. Sebelum saya menetapkan keputusan mana yang akan saya abil, saya semaksimal mungkin melakukan 9 (sembilan) tahapan pengambilan dan pengujian keputusan, karena bisa jadi dari refleksi yang dilakukan didapatkan pilihan ketiga, pilihan yang mungkin menjadi pilihan yang tepat dan memuaskan semua pihak yang terlibat

Pentingnya mempelajari topik modul 3.1 sebagai seorang individu dan sebagai seorang pemimpin.

Baik sebagai seorang individu maupun seorang pemimpin, mempelajari tentang pengambilan keputusan berdasarkan nilai-nilai kebajikan sangat penting dalam menjadikan diri kita sebagai manusia yang bermartabat.

Terlepas dari profesi kita sebagai seorang guru yang merupakan pemimpin pembelajaran, dalam kehidupan sehari-haripun kita tidak lepas dari permasalahan dilema etika ini, memahami pengambilan keputusan berdasarkan nilai-nilai kebajikan, membantu dalam menyikapi permasalahan yang terjadi di lingkungan, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan sosial kita lainnya. Dengan keterampilan pengambilan keputusan yang tepat ini, kita menjadikan lingkungan keluarga atau sosial kita menjadi lebih harmonis.

Sedangkan dalam profesi kita sebagai pemimpin pembelajaran, keterampilan pengambilan keputusan berdasarkan nilai-nilai kebajikan ini menjadikan, kita sebagai pendidik yang lebih toleran, yang mampu menciptakan pembelajaran yang memerdekakan peserta didik, memfasilitasi segala kebutuhan peserta didik , mendorong pengembangan potensi peserta didik, dan menjadikan pendidikan di sekolah sebagai sebuah institusi moral, dimana peserta didik akan tumbuh menjadi pribadi yang berilmu dan berbudaya, sehingga mampu mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan yang setinggi-tingginya

Demikian pemahaman saya tentang pembelajaran pada Modul 3.1. Pengambilan Keputusan berdasarkan Nilai-nilai Kebajikan sebagai Pemimpin dalam tugas Koneksi Antar Materi. Saya yakin semua ilmu yang saya pelajari selama proses PGP akan menjadikan saya sebagai seorang pemimpin pembelajaran dan pribadi yang lebih baik dari sebelumnya, karena proses tidak pernah mengkhianati hasil.

Semoga pemahaman saya ini menjadikan rekan guru semu untuk tergerak, bergerak dan menggerakkan Pendidikan Indonesia. Guru Bergerak Indonesia Maju.

 

SALAM  DAN BAHAGIA



Kota Bima, 14 Februari 2023

WIEDURI YULIANTI

SMK Negeri 3 Kota Bima

CGP Angkatan 6 Kota Bima NTB

 


Read more ...

Senin, 13 Februari 2023

Demontrasi Kontekstual Modul 3.1

 

DEMONTRASI KONTEKTUAL

MODUL 3.1, PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERDASARKAN NILAI-NILAI KEBAJIKAN SEBAGAI PEMIMPIN

 

oleh :

Wieduri Yulianti

SMKN 3 Kota Bima

CGP Angkatan 6 Kota Bima

 

 

Demontarsi Kontekstual Modul 3.1, menugaskan kepada CGP untuk melakukan Analisa bagaimana seorang pimpinan (Kepala Sekolah) mengambil suatu keputusan berdasarkan nilai-nilai kebajikan.

Sebagai narasumber dalam Analisa ini, direncanakan dilakukan wawancara kepada 2 kepala sekolah SMK Negeri di Kota Bima, yaitu Bapak Jainudin, S.Pd (Kepala SMKN 3 Kota Bima), dan Bapak Abdul Hami, S.Pt.,M.Pd (Kepala SMKPPN Bima), Namun karena saat mengunjungi SMKPPN Bima, bapak Abdul Hamid, S.Pt.,M.Pd sedang Dinas Luar, dan keterbatasan waktu penyelesaian tugas ini, maka narasumber kedua digantikan oleh Bapak Bambang Setiawan, M.Pd (Waka Ur. Kurikulum SMKPPN Bima). Bapak Bambang Setiawan, M.Pd saat ini juga merupakan Ketua IGI Kota Bima dan pernah menjadi Kepala Sekolah di SMKN 1 Sanggar Kabupaten Bima (2018-2020)

 

HASIL WAWANCARA

Berikut adalah rangkuman dari hasil wawancara yang dilakukan :

1.      Hasil Wawancara CGP dengan Bapak Jainudidin, S.Pd (Kepala SMKN 3 Kota Bima)

Sebagai pimpinan, bapak Jainuddin mengidentifikasi permasalahan dengan melakukan komunikasi secara intens pada pihak-pihak yang terlibat didalamnya untuk mencari akar permasalahan tersebut. Hal ini dilakukan beliau agar keputusan yang akan diambilnya nanti sebisa mungkin tidak merugikan pihak manapun.

Terhadap permasalahan yang merupakan dilemma etika, dimana keduanya sama-sama mengandung nilai kebajikan dan benar, bapak Jainuddin mengambil keputusan dengan mengedepankan pada Regulasi dan Aturan yang ada di dalam Lembaga. Selain itu, beliau juga melakukan koordinasi secara langsung dengan pipinan yang terkait .

Dalam mengambil suatu keputusan, hal pertama yang menjadi pertimbangan bapak Jainuddin adalah Etika, baik itu etika moral maupun sosial, dan selanjutnya memperhatikan regulasi yang berlaku, hal ini dilakukan untuk mencegah timbulnya pendapat adanya keberpihakan pada orang atau kelompok tertentu.

Menurut bapak Jainuddin, ketika dihadapkan pada kasus dilemma etika, melakukan komunikasi dan koordinasi menjadi solusi yang efektif, dan tantangan terbesar adalah bagaimana loyalitas kita terhadap pimpinan tidak bertentangan dengan regulasi yang berlaku di dalam Lembaga.

Sebagai seorang pemimpin, bapak Jainuddin merupakan sosok yang fleksibel dalam mengatasi permasalahan yang terjadi di lingkungan sekolah yang dipimpinnya. Meskipun SMKN 3 Kota Bima setiap bulan secara rutin melakukan rapat evaluasi dan koordinasi, namun apabila terdapat masalah yang sifatnya urgensi atau mendesak, maka tanpa ragu beliau akan segara melakukan komunikasi dengan pihak-pihak yang terlibat dan melakukan koordinasi dengan pimpinan terkait, untuk sesegera mungkin menemukan solusi terbaik dari permasalahan yang dihadapi. Karena menurut beliau menunda berarti memberi peluang untuk hadirnya permasalahan baru.

Selama menjadi pimpinan di SMKN 3 Kota Bima, dalam menghadapi setiap permasalahan yang dihadapi dengan jenis dan tingkat kesulitan yang beragam, Bapak Jainuddin menjadikan komunikasi yang efektif dengan seluruh warga sekolah sebagai faktor penting yang dapat membantunya dalam mengambil suatu keputusan secara bijak, dan dengan tetap bersikap sabar terhadap pro-kontra yang timbul dari keputusan yang diambilnya. Belaui menyadari bahwa setiap keputusan yang diambilnya mempunyai resikonya masing-masing.

2.     Hasil Wawancara CGP dengan Bapak Bambang Setiawan, M.Pd (Waka Ur. Kurikulum SMKNPPN Bima)

Bapak Bambang Setiawan, menyatakan bahwa hal utama yang dilakukan dalam mengidentifikasi sebuah kasus sebagai dilema etika adalah dengan melihat dampak yang ditimbulkan atau dirasakan, jika banyak pihak yang merasakan dampak negatifnya, maka kasus tersebut dapat dikategorikan sebagai dilema.

Pengambilan keputusan di sekolah untuk kasus dengan dua kepentingan yang sama-sama benar, dilakukan oleh bapak Bambang melalui diskusi dan musyawarah tanpa pengambilan keputusan sepihak, dan disertakan juga Analisa pada pelaksanaan maupun pada dampak yang akan ditimbulkan.

Prosedur yang biasa dilakukan oleh bapak Bambang dalam mengambil suatu keputusan, yang pertama adalah melibatkan unit-unit kerja yang ada disekolah untuk berdiskusi terkait alternatif pemecahan masalah yang dimungkinkan, kemudia Langkah kedua menganalisa berbagai resiko yang akan muncul dari setiap alternatif pemecahan masalah, dan yang ketiga adalah segera mengadakan rapat guna mendapatkan masukan dari warga sekolah sebagai bahan pertimbangan.

Menurut pak Bambang hal paling efektif dalam pengambilan keputusan adalah dengan melibatkan warga sekolah, sehingga kegagalan dan kesuksesan yang terjadi sebagai dampak keputusan yang diambil menjadi tanggung jawab Bersama seluruh warga sekolah. Dan tantang terbesar yang dihadapi pak Bambang dalam pengambilan keputusan adalah adanya perbedaan pendapat dari warga sekolah dan sulitnya menyatukan pandangan warga sekolah terhadap kasus dilema yang terjadi.

Penyelesaain permasalahan di SMKPPN Bima dilakukan melalui sebuah pola berjenjang dengan jadwal yang fleksibel sesuai dengan kebutuhan dan bentuk kasus yang dihadapi. Pola berjenjang yang dimaksud oleh pak Bambang disini adalah sesuai dengan bidang dan unit kerja yang ada disekolah. Sebagai contoh, jika kasus berhubungan dengan bidang akademik, maka pola penanganannya diserahkan pada tim pokja Kurikulum. Tim kerja yang solid menjadi factor utama keberhasilan penanganan kasus yang dihadapi oleh sekolah.

Berdasarkan pengalaman yang dialui sejak menjadi guru, kemudian menjadi kepala sekolah, dan kembali menjadi guru dengan tugas tambahan sebagai Wakil Kepala sekolah Ur. Kurikulum, pak Bambang menyadari bahwa perbedaan pandangan adalah sebuah kewajaran, kita tidak perlu melihat perbedaan tersebut sebagai hambatan, karena seyogyanya dengan perbedaan akan menghasilkan tim kerja yang Tangguh.

 

ANALISA DAN REFELKSI

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap 2 pimpinan tersebut, saya mendapatkan bahwa baik Bapak Jainuddin, maupun bapak Bambang Setiawan, telah menggeluti dunia Pendidikan selama lebih dari 20 tahun, dan hal menarik dari kegiatan wawancara tersebut adalah bagaimana keduanya menyikapi kegiatan wawancara ini sebagai suatu bentuk refleksi diri mereke dalam kapasitas nya sebagai pemimpin,

Dalam menyikapi permasalahan atau kasus-kasus dilema etika, terdapat perbedaan cara pandang yang sinifikant, dimana pak Jainuddin merupakan sosok pemimpin yang praktis, bertindak cepat, sedangkan pak Bambang merupakan sosok pemimpin yang pemikir, mempertimbangkan segala kemungkinan dan resiko sebelum bertindak, dan selalu memiliki “plan B” atau rencana cadangan.

Dalam mengambil keputusan, pak Jainuddin lebih menekankan berpikir berbasis peraturan, dimana nilai-nilai kebajikan yang menjadi dilema berada pada paradigma rasa keadialan rasa kasihan, dan kebenaran kesetiaan, sedangkan pak Bambang lebih menekankan berpikir berbasis hasil akhir. dimana nilai-nilai kebajikan yang mejadi dilema terutama pada paradigma individu kelompok, dan jangka pendek jangka Panjang. Namun keduanya sama-sama  mempertimbangkan keberpihakan kepada murid sebagai dasar pemikiran yang utama.

Secara tidak langsung dapat terlihat bahwa baik pak Jainuddin, maupun pak Bambang dalam mengambil keputusan akan tetap menjadikan keberpihakan pada murid sebagai dasar pertimbangan yang utama dan menyadari bahwa setiap keputusan yang diambil selalu akan menghasilkan pemikiran maupun pandangan yang berbeda dengan kompleksitas konsekuensinya masing-masing, namun melalui berbagai pertimbangan, analisa, dan refleksi, semuanya dapat dipertangungjawabkan.

Berdasarkan hasil analisa wawancara yang telah saya lakukan, ketika saya mengalami dilemma etika, saya memantapkan hati Memberikan kesadaran penuh pada diri saya bahwa perbedaan, pro-kontra selalu ada, sehingga ketika saya harus mengambil keputusan terbaik, secara pasti saya akan mengikuti 9 langkah pengujian dan berpikir berbasis pada situasi dan kondisi. Hal ini akan saya awali dari pelaksanaan tupoksi saya sebagai seorang guru yang akan mendidik moralitas murid-murid saya, kemudian kepada kolega guru sebagai pemimpin pembelajar dalam suatu komunitas.

Read more ...

Minggu, 12 Februari 2023

PEMBENTUKAN KOMUNITAS PRAKTISI GURU IPAS SMK KOTA BIMA

 


PEMBENTUKAN KOMUNITAS PRAKTISI GURU IPAS SMK KOTA BIMA
MGMP ILMU PENGETAHUAN ALAM DAN SOSIAL (IPAS)
SMK KOTA BIMA

oleh : Wieduri Yulianti


Sejalan dengan perubahan kurikulum, pada Kurikulum Merdeka untuk SMK tidak lagi dikenal mata pelajaran Fisika, Kimia, Biologi, IPA, maupun IPS, tetapi esensi dari keseluruhan mata pelajaran tersebut tergabung dalam satu mata pelajaran baru, yaitu Proyek Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS). Dalam pembelajaran Projek IPAS, terdapat 7 Aspek IPAS menjadi esensi utama, yaitu : Mahluk Hidup dan Lingkungannya, Zat dan Perubahannya, Energi dan Perubahannya, Bumi dan Antariksa, Keruangan-Konektivitas antar Ruang dan Waktu, Interaksi-Komunikasi-Sosialisasi-Institusi Sosial dan Dinamika Sosial, dan Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan.
Berdasarkan hal tersebut, pada hari ini Senin, 30 Januari 2023, guru-guru SMK Kota Bima yang mendapatkan tugas mengajar Projek IPAS berkumpul di Ruang Sidang SMKN 3 Kota Bima untuk bersama-sama membentuk suatu komunitas praktisi, komunitas bagi guru-guru Projek IPAS untuk berbagi dan belajar bersama dalam suatu wadah, yaitu MGMP IPAS SMK Kota Bima. Pembentukan komunitas ini berawal dari bincang-bincang singkat Ketua MGMP IPA SMK Kota Bima (Wieduri Yulianti, ST.,M.Pd - Guru SMKN 3 Kota Bima) dan Ketua MGMP Fisika SMK Kota Bima (Zulbahri, S.Pd - Guru SMKN 2 Kota Bima), dimana keduanya mengabdi pada SMK yang telah menerapkan Kurikulum Merdeka, untuk melakukan "merger". Dan setelah SMK Negeri di Kota Bima menerapkan Kurikulum Merdeka pada Tahun Pelajaran 2022/2023 ini (kecuali SMKN 1 Kota Bima), "merger" keduanya diwujudkan dengan membentuk komunitas baru, yaitu MGMP IPAS SMK Kota Bima.
Pertemuan perdana ini, menetapkan pengurus inti dari MGMP IPAS SMK Kota Bima, yaitu : 
Ketua        Bambang Setiawan, M.Pd (Guru SMKPPN Bima)
Wakil        : Zulbahri, S.Pd (Guru SMKN 2 Kota Bima)
Sekertaris  : Wieduri Yulianti, ST.,M.Pd (Guru SMKN 3 Kota Bima)
Bendahara : Asriatun Fitri, S.Pi (Guru SMKN 1 Kota Bima
Secara keseluruhan, guru-guru yang sudah tergabung dalam MGMP IPAS SMK Kota Bima berjumlah 26 orang yang terdiri dari : 
Guru SMKPPN Bima        : 2 orang
Guru SMKN 1 Kota Bima : 2 orang
Guru SMKN 2 Kota Bima : 12 orang
Guru SMKN 3 Kota Bima : 8 orang
Guru SMKN 4 Kota Bima : 2 orang
Kedepannya, diharapkan anggota dalam komunitas ini akan bertambah seiring dengan penerapan kurikulum merdeka di seluruh SMK kota Bima baik yang berstatus negeri maupun swasta.





Read more ...

Senin, 21 November 2022

CAPAIAN PEMBELAJARAN PROJEK IPAS

 

CAPAIAN PEMBELAJARAN


Mata Pelajaran :      Projek Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial

Fase                    :      E

Alokasi Waktu   :       216 JP

 

ELEMEN KOMPETENSI

CAPAIAN PEMBELAJARAN

Menjelaskan Fenomena Secara Ilmiah

Peserta didik diharapkan dapat memahami pengetahuan ilmiah dan menerapkannya, atau membuat prediksi sederhana disertai dengan pembuktiannya.

Peserta didik menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya dilihat dari berbagai aspek seperti mahluk hidup dan lingkungannya, zat dan perubahannya, energi dan perubahannya, bumi dan antaraiksa, keruangan dan konektivitas antar ruang dan waktu, interaksi, komunikasi, sosialisasi, institusi social dan dinamika sosial, serta perilaku ekonomi dan kesejahteraan.

Peserta didik juga mengaitkan fenomena-fenomena tersebut dengan keterampilan teknis pada bidang keahliannya.


Mendesain dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah

Peserta didik dapat menentukan dan mengikuti prosedur yang tepat untuk melakukan penyelidikan ilmiah, menjelaskan cara penyelidikan yang bagi suatu pertanyaan ilmiah, serta diharapkan dapat mengidentifikasi kekurangan atau kesalahan pada desain percobaan ilmiah


Menerjemahkan data dan bukti-bukti secara ilmiah

Peserta didik dapat menerhjemahkan data dan bukti dari berbagai sumber untuk membangun sebuah argument serta dapat mempertahankannya dengan penjelasan ilmiah.

Peserta didik diharapkan dapat mengidentifikasi kesimpulan yang benar diambil dari tabel hasil, grafik, atau sumber data lain.

Peserta didik merencanakan dan melaksanakan aksi sebagai tindak lanjut, mengkomunikasikan proses dan hasil pembelajarannya, melakukan refleksi diri terhadap tahapan kegiatan yang dilakukan.


 


Read more ...

BUDAYA POSITIF

 

BUDAYA POSITIF

By. Wieduri Yulianti

 

 

Budaya positif merupakan perwujudan dari nilai-nilai atau keyakinan universal yang diterapkan di sekolah.  Budaya positif di kelas maupun disekolah dapat tercipta dari lingkungan yang positif. Lingkungan positif tersebut merupakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman bagi peserta didik untuk belajar, membuat kesalahan, belajar kembali hingga mendapatkan suatu pembelajaran.

Lingkungan belajar yang positif (nyaman dan kondusif) memberikan pengaruh yang sangat besar bagi keberhasilan proses pembelajaran selain dari faktor pengajar dan pembelajar.  

Bagaimana menciptakan lingkungan belajar yang positif di kelas dan/atau di sekolah?

Guru merupakan individu yang memiliki waktu interaksi terbesar dengan peserta didik di sekolah, hal-hal yang perlu dilakukan dan dikembangkan oleh guru untuk membentuk lingkungan belajar yang aman nyaman, aman, dan kondusif diantara adalah sebagai berikut:

1. Merubah paradigma stimulus respon

Guru harus merubah cara berindak dalam menerapkan disiplin di lingkungan kelas dan/atau sekolah, merubah hukuman menjadi konsekuensi dan/atau restitusi. Hukuman tidak adan Memberikan perubahan yang bersifat tetap atau bertahan lama, hukuman hanya akan Memberikan perubahan sikap dan perilaku peserta didik saat pemberian hukuman tersebut dilakukan. Dengan menerapkan Kensekuensi dan/atau restitusi, guru akan membantu peserta didik untuk memahami tindakan yang dilakukan sehingga dengan kesadarannya sendiri akan terbentuk identitas sukses pada diri peserta didik

2. Membangun disiplin positif

Guru harus mampu menumbuhkan motivasi intrinsik dalam diri peserta didik. Disiplin positif ini akan tumbuh jika peserta didik memiliki kesadaran untuk menghargai dirinya sendiri, dan senantiasa berusaha untuk menjadi orang yang mereka inginkan dengan nilai-nilai yang mereka percayai. 

3. Membentuk keyakinan kelas

Hal mendasar agar lingkungan kelas nyaman dan kondusif, maka guru perlu memfasilitasi pembentukan keyakinan kelas yang berakar dari pikiran-pikiran/ kehendak peserta didik yang disepakati bersama-sama. Peserta didik akan lebih menghargai dan mentaati peraturan yang mereka tetapkan sendiri.

4. Merubah posisi kontrol guru

Selama ini, tanpa kita sadarai sebagai guru kita telah melakukan control terhadap peserta didik kita dengan tujuan yang baik namun ternyata memberikan efek negatif yang berkepanjangab. Seringkali kita Memberikan penghukuman kepada peserta didik yang melanggar/tidak mentaati aturan tanpa terlebih dahulu mengkonfirmasi penyebab tindakan tersebut. Agar tercipta lingkungan yang positif, maka dalam mengatasi Tindakan peserta didik, guru hendaknya mulai meninggalkan bentuk kontrol penghukum dan pembuat merasa bersalah. Mulailah melakukan control kepada peserta didik dalam posisi teman, pemantau, dan/atau manajer. Posisi control tertinggi yang dapat dicapai guru adalah sebagai manajer, dalam posisi ini guru akan mempersilahkan peserta didik untuk menyadari kesalahan, mempertanggungjawabkan perilakunya dan mencari solusinya. 

5. Melaksanakan segitiga restitusi

Guru harus mampu menjalankan restitusi, menciptakan kondisi bagi peserta didik untuk memperkaiki kesalahan dan mendapatkan pembelajaran dari kesalahan tersebut. dalam melaksanakan restitusi, guru melaksanakan Langkah-langkah berikut :

1)     menstabilkan identitas, pada tahap ini guru memberikan keyakinan kepada peserta didik, bahwa setiap orang akan melakukan hal baik yang bisa dilakukan

2) memvalidasi tindakan yang salah, pada tahap ini guru memberikan penguatan positif, bahwa semua tindakan/perilaku memiliki alasan

3)   Menanyakan keyakinan, pada tahap ini guru menyakan kepada peserta didik bahwa mereka memiliki motivasi internal, motivasi untuk menjadi apa yang mereka inginkan sesuai dengan nilai-nilai yang mereka hargai.

 

Membangun budaya positif di kelas dan/atau sekolah bukan merupakan hal yang mudah, namun bukan berarti hal yang mustahil untuk diwujudkan. Untuk itu membentuk dan/atai menumbuhkan karakter baik pada diri peserta didik tidak dapat dalikan oleh guru secara personal. Guru membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, kepala sekolah, rekan sejawat, tenaga kependidikan, bahkan orang tua peserta didik, dan masyarakat sekitar. Agar karakter baik tersebut menjadi budaya, maka perlu dibangun pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Guru harus senantiasa menjadi teladan karakter baik bagi peserta didik, memfasilitasi keberlangsungan karakter baik tersebut, dan mendorong pembentukan/penumbuhan karakter baik pada diri peserta didik.

 

Berikut adalah salah satu bentuk implementasi budaya positif di kelas, yaitu membentuk keyakinan kelas :

 


  

Gambar 1. Peserta didik mengungkapkan pendapat aapa yang diinginkan

Gambar 2. Guru Meninjau pendapat peserta didik, dan mengelompokkannya

 

  


Gambar 3. Sosialilasi Kesepakan dan Keyakinan Kelas

 

    

                                           (a)                              (b)

Gambar 4. Budaya Positif (a) Berpakaian Rapi  (b) Ruang Kelas yang bersih



Video 1. Kegiatan Kebersihan

Read more ...
Designed Template By Blogger Templates - Powered by Sagusablog